Jumat, 24 Juli 2009

Asam Jawa

ASAM JAWA
Family LEGUMINOSAE

Deskripsi

Kandungan Buah asam yang matang terdiri atas 40-50% bagian yang dapat dimakan, dan per 100 g berisi: air 17,8-35,8 g, protein 2-3 g, lemak 0,6 g, karbohidrat 41,1-61,4 g, serat 2,9 g, abu 2,6-3,9 g, kalsium 34-94 mg, fosfor 34-78 mg, besi 0,2-0,9 mg, tiamin 0,33 mg, riboflavin 0,1 mg, niasin 1,0 mg, dan vitamin C 44 mg. Biji segarnya mengandung 13% air, 20% protein, 5,5% lemak, 59% karbohidrat, dan 2,4% abu. Rasa asamnya disebabkan oleh asam tartarat, yang pada saat matang tidak menghilang tetapi sedikit banyak diimbangi oleh meningkatnya kadar gula. Oleh karenanya asam, dikatakan orang sebagai buah yang paling asam, sekaligus paling manis. Deskripsi Berperawakan pohon besar yang selalu hijau, tingginya mencapai 30 m, pangkal batangnya mencapai 1-2 m panjangnya dan 2 m diameternya, tajuknya berdaun lebat, memencar melebar, berbentuk bulat; kulit kayunya kasar, retak retak, berwarna coklat keabu-abuan. Daunnya majemuk bersirip ganda, letaknya berselang-seling, berpenumpu, bertangkai; tangkai daunnya mencapai 1,5 cm panjangnya, meninggalkan bekas yang jelas setelah rontok; helaian daunnya berbentuk agak lonjong, ukurannya mencapai 13 cm x 5 cm; anak daunnya berjumlah 8-16 pasang, berbentuk lonjong menyempit, berukuran (1-3,5) cm x (0,5-1) cm, bertepi rata, pangkalnya miring dan membundar, ujungnya membundar sampai sedikit cabik. Perbungaannya bertipe tandan renggang, terletak lateral dan di ujung ranting, panjangnya mencapai 13 cm; bunganya kirakira 3 cm panjangnya, berbau harum; daun kelopaknya berjumlah 4 helai, berbeda bentuknya, panjangnya mencapai 1,5 cm; daun mahkotanya berjumlah 5 helai, yang belakang dan yang samping berukuran besar dan menonjol, berwarna krem dengan peruratannya berwarna merah-coklat, dua helai yang berada di depan berukuran lebih kecil, berbentuk linier, berwarna putih; benang sarinya 3 utas; putiknya 1 buah berbakal biji sampai 18 butir. Buahnya bertipe polong yang agak silindris, lurus atau bengkok, tidak merekah, berujung membulat, ukurannya mencapai 14 cm x 4 cm, berbiji sampai 10 butir, polongnya itu seringkali menyempit tak beraturan di antara dua biji; eksokarpnya mengeras, berwarna keabu-abuan atau lebih sering coklat bersisik, dengan beberapa benang yang kuat di dalamnya; mesokarpnya tebal dan menyerupai sirop, berwarna coklat-kehitaman; endokarpnya tipis, menjangat. Bijinya tak beraturan bentuknya, membelah ketupat memipih, panjangnya mencapai 18 mm, sangat keras dan berwarna coklat.


Manfaat

Buah dan bunga yang berwama hijau dapat digunakan untuk memberi rasa asam yang pekat pada hidangan yang terbuat dari ikan dan daging. Buahnya yang matang dari jenis yang manis biasanya dimakan ketika masih segar sedangkan buahnya dari jenis yang asam dibuat menjadi sari buah, selai, sirup, dan permen. Biji asam juga dapat dimakan setelah direndam dalam air dan dididihkan untuk menghilangkan kulit bijinya. Tepung bijinya dapat dibuat menjadi kue atau roti. Biji yang dipanggang dinyatakan unggul sebagai biji kacang dalam hal rasa. Minyak bijinya-yang mirip dengan minyak biji rami-cocok digunakan untuk membuat cat dan vernis. Kulit kayunya sepat rasanya dan sebagai obat kuat, serta abunya dapat digunakan sebagai obat dalam untuk penguat pencernaan. Dicampur dengan salep atau tapal, kulit kayunya dapat digunakan untuk mengobati luka, borok, bisul, dan ruam. Juga dapat dimanfaatkan rebusannya untuk mengobati asma dan gangguan datang bulan, serta obat demam. Daun mudanya dapat digunakan untuk mengurangi rasa sakit karena rematik, ditempelkan pada luka, atau diberikan sebagai tapal untuk radang dan untuk mengurangi bengkak persendian, serta untuk mengurangi bengkak dan menghilangkan rasa sakit. Rebusan daun yang diberi pemanis mujarab untuk mengobati batuk dan panas. Perasan daun muda yang dipanaskan dan disaring, serta tapal bunganya digunakan untuk obat radang selaput mata. Daging buahnya dapat digunakan untuk obat pendingin asam, pencahar yang lembut dan juga untuk memberantas ketombe. Tepung bijinya dapat digunakan untuk mengobati disentri dan diare.

Syarat Tumbuh

Asam tumbuh baik pada variasi kondisi tanah dan iklim yang luas. Tanaman ini tumbuh di tanah berpasir atau tanah liat, mulai dataran rendah sampai dataran menengah (sampai 1000 m dpl., kadang-kadang 1500 m dpl.), yang di situ hujannya tersebar merata atau musim keringnya panjang dan sangat kentara. Sistem perakarannya yang sangat ekstensif berperan positif terhadap tahannya akan kekeringan dan angin kencang. Di daerah tropik basah (curah hujan > 4000 mm) pohon asam tidak mampu berbunga, dan diperlukan kondisi basah pada tahap akhir perkembangan buahnya. Pohon yang masih muda akan mad oleh embun beku yang ringan saja, tetapi pohon dewasanya rupa-rupanya lebih tahan dingin daripada pohon mangga, avokad, dan jeruk nipis.

Pedoman Budidaya

Asam dapat diperbanyak dengan benih, pencangkokan, penyambungan, dan penempelan. Anakannya yang berumur satu tahun atau kurang sudah cukup besar untuk .ditanam di lapangan, tetapi mungkin sifatnya berbeda dengan induknya. Pohon induk yang baik biasanya diperbanyak secara vegetatif. Penempelan perisai (shield budding) dan penempelan tambalan (patch budding) serta sambung-celah (cleft grafting) merupakan metode yang cepat dan dapat dipercaya, dan kini digunakan dalam perbanyakan skala besar di Filipina, waktunya yang tepat adalah pada bulan sejuk dan kering, yaitu November sampai Januari. Pohon hasil perbanyakan secara penempelan atau penyambungan ditanam di kebun pada awal musim hujan (di Filipina jatuh pada bulan Mei sampai Juni), dengan jarak tanam 8-10 m.

Pemeliharaan

Perawatan pohon asam pada umumnya minim, tetapi di perkebunan buah asam di wilayah Delta Tengah, Thailand, dilakukan pemeliharaan secara intensif. Perlakuan ini dimungkinkan karena pohon hasil penyambungan sudah dapat berbuah pada umur 3-4 tahun. Kultivar yang manis ditanam, dan tanaman genjah yang berkualitas unggul tidak memerlukan pertumbuhan perpanjangan; diduga tingginya permukaan air tanah yang menghambat akar tumbuh lebih dalam itu menolong mengerdilkan pohon. Langkah-langkah pengaturan ukuran pohon mencakup jarak tanam yang rapat (kira-kira 500 batang per hektar) dan pemangkasan untuk memperbaharui cabang penghasil buah. Pohon asam memperoleh perlakuan yang sama seperti pohon buah-buahan lainnya di wilayah itu, mencakup pengairan, pemupukan, dan perlindungan tanaman.

Hama dan Penyakit

Pohon asam merupakan inang berbagai hama, seperti penggerek (shot-hole borers), serangga (toy beetles), ulat pemakan daun, cacing (bagworms), kutu bubuk, dan kutu perisai. Pada beberapa musim, hama penggerek buah mengakibatkan kerusakan serius pada buah yang sedang dalam proses pematangan, menyebabkan berkurangnya hasil yang dapat dipasarkan. Penyakit-penyakit seperti yang dilaporkan dari India meliputi berbagai penyakit busuk pohon dan bakteri bercak daun.

Panen dan Pasca Panen

Panen Di Filipina, buah dari kultivar asam dipanen dalam dua tahap: polong hijau untuk bumbu penyedap, dan polong matang untuk diproses. Buah kultivar manis dipanen dalam dua tahap pula: setengah matang (tahap “maiasebo”) dan tahap matang penuh. Pada tahap setengah matang, kulitnya mudah dikupas; daging buahnya berwarna hijau kekuningkuningan dan konsistensinya mirip daging buah apel. Pada tahap matang, daging buahnya mengkerut karena hilang kelembapannya, dan berubah warnanya menjadi coklat kemerah-merahan dan menjadi lengket. Apabila seluruh polongnya akan dijual, buahnya harus dipanen dengan cara menjepitnya untuk menghindari kerusakan polong. Akhirnya polong ini akan jatuh secara alami. Hasil Catatan tentang hasil jarang dijumpai. Dari India dan Sri Langka diperoleh laporan mengenai olahan daging buah per pohon (besar) mencapai 170 kg/tahun; hasil rata-ratanya 80-90 kg. Untuk 100 pohon/ha angka di atas berarti 8-9 ton daging buah olahan per hektar per tahun. Di Filipina, angka 200-300 kg polong/pohon dianggap hasil yang bagus. Kurangnya informasi tentang pembuahan dua-tahunan menunjukkan bahwa pembuahannya cukup teratur. Penanganan pasca panen Buah muda yang digunakan sebagai bumbu masak, dan buah setengah matang atau buah matang yang dimakan dalam keadaan segar, dijual kiloan di pasar. Buah matang untuk diproses mula-mula dikupas, serat-seratnya dibuang, kemudian dijual kiloan dalam bungkus plastik. Buah asam kultivar manis harganya lebih mahal daripada yang asam.

sumber http://www.iptek.net.id

Selengkapnya...

Senin, 20 Juli 2009

Teknik Pengamatan Hama dan Analisis Kerusakan

TEKNIK PENGAMATAN HAMA DAN ANALISIS KERUSAKAN


PENDAHULUAN
Tujuan
1.Mengetahui teknik pengamatan populasi hama dan kerusakanya.
2.Mengetahui metode pelaporan hama dan pengambilan keputusan tindakan pengendalian.

Latar Belakang
Organisme penganggu tanaman (OPT) merupakan faktor pembatas produksi tanaman di Indonesia baik tanaman pangan, hortikultura maupun perkebunan. Organisme pengganggu tanaman secara garis besar dibagi menjadi tiga yaitu hama, penyakit dan gulma. Hama menimbulkan gangguan tanaman secara fisik, dapat disebabkan oleh serangga, tungau, vertebrata, moluska. Sedangkan penyakit menimbulkan gangguan fisiologis pada tanaman, disebabkan oleh cendawan, bakteri, fitoplasma, virus, viroid, nematoda dan tumbuhan tingkat tinggi. Perkembangan hama dan penyakit sangat dipengaruhi oleh dinamika faktor iklim. Sehingga tidak heran kalau pada musim hujan dunia pertanian banyak disibukkan oleh masalah penyakit tanaman sperti penyakit kresek dan blas pada padi, antraknosa cabai dan sebagainya. Sementara pada musim kemarau banyak masalah hama penggerek batang padi, hama belalang kembara, serta thrips pada cabai (Wiyono, 2007).


Tujuan dari praktikum ini adalah untuk melakukan inventarisasi tentang jenis-jenis hama dan tingkat serangan hama terhadap tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan rakyat di suatu daerah/kecamatan, inventarisasi tentang cara-cara pengendalian hama yang dilakukan petani di suatu daerah/kecamatan, dan mengidentifikasi masalah atau kendala utama yang dihadapi petani dalam menanggulangi masalah hama.
Daerah yang digunakan sebagai lokasi pengamatan serta wawancara masalah inventarisasi masalah hama adalah Desa Kalitirto, Kecamatan Berbah, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wilayah ini memiliki luas lahan sekitar 5666,40 Ha yang terdiri dari lahan sawah, lahan perkebunan, lahan hortikultura, lahan pekarangan, lahan tegalan, perumahan penduduk, dan lain-lain. Luas lahan sawah adalah 1923,23 ha, lahan teegalan adalah 393,50 ha, dan pekarangan adalah 2221,27 ha. Sedangkan sisanya adalah peruamahan penduduk dan lain sebagainya.

Tinjauan Pustaka
Hama seperti mahluk hidup lainnya perkembangannya dipengaruhi oleh faktor faktor iklim baik langsung maupun tidak langsung. Temperatur, kelembaban udara relatif dan foroperiodisitas berpengaruh langsung terhadap siklus hidup, keperidian, lama hidup, serta kemampuan diapause serangga. Sebagai contoh hama kutu kebul (Bemisia tabaci) mempunyai suhu optimum 32,5ยบ C untuk pertumbuhan populasinya (Bonaro et. al., 2007).
Adapun pengendalian hama secara umum pada berbagai komoditas tanaman dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya (Heagle et al., 2002) :
A.Cara Sanitasi
Yaitu dengan menjaga kebersihan tanah di sekitar tanaman. Semua sisa tanaman, baik yang berupa seresah atau daun-daunan maupun kotoran lain di sekitar tempat pertanaman harus dibersihkan misalnya dengan dipendam dalam lubang.
B.Cara Mekanis
Yaitu mengendalikan hama secara langsung. Misalnya, bila melihat gejala kerusakan langsung dicari hamanya dengan memasang perangkap untuk tupai, bisa juga dengan pengasapan untuk belalang.

c.Cara Kimiawi
Yaitu dengan penggunaan pestisida namun harus dengan hati-hati karena dapat menimbulkan kerugian yang tidak diinginkan misalnya, keracunan bagi si pemakai, terjadi resistensi (kekebalan) pada hama sasaran, terbunuhnya resurgensi yaitu terbunuhnya musuh alami dari hama sasaran.
d.Cara Kultur Teknis
Merupakan salah satu cara pengendalian hama tanaman secara baik dan benar. Misalnya pemupukan, penyiangan, penggunaan bibit unggul, dan pengaturan jarak tanam. Dengan pemiliharaan yang baik tanaman akan tumbuh subur, dan sehat sehingga tidak mudah terserang hama.
e.Cara Biologis / Hayati
Pengendalian dengan menggunakan agensia hayati / musuh alami dari hama sasaran. Misalnya penggunaan parasit untuk mematikan hama.
f.Cara Genetik
Pengendalian dengan membiakkan dan melepaskan serangga yang mandul atau inkompatibel secara genetik. Pelepasan serangga mandul ini diharapkan populasi hama tersebut akan menurun sampai ketingkat yang tidak merugikan petani.
g.Cara Karantina
Setiap Negara mempunyai dinas karantina yang biasanya ditempatkan di pelabuhan udara atau laut. Dinas ini bertugas menjaga agar tidak ada hama baru yang masuk ke suatu Negara. Bila bahan pangan atau tanaman lain mengandung hama maka harus dihancurkan atau difumigasi dengan pestisida tertentu, jadi harus di sucikan hamanya sebelum bahan tersebut sampai pada masyarakat.
Hama merusak tanaman dengan cara memakan, bertelur, berlindung, ataupun bersarang. Populasi hama merupakan kumpulan individu yang sejenis yang berada di suatu tempat dalam kurun waktu tertentu. Hama akan menjadi masalah jika keberadan populasi hama melebihi amabng ekonomi. (Wagiman, 2003).
Besar kecilnya pengaruh kerusakan tanaman dan kehilangan hasil akibat serangan hama ditentukan beberapa faktor: a) tinggi rendahnya populasi hama yang hadir di pertanaman, b) bagian tanaman yang dirusak, c) tanggap tanaman terhadap serangan hama, dan d) fase pertumbuhan tanaman/umur tanaman (Marwoto, 2007).
Pengamatan populasi hama secara garis besar dibedakan menjadi tiga bentuk, yaitu (1) pengamatan populasi mutlak, (2) pengamatan populasi relatif dan (3) pengamatan indeks populasi. Masing-masing cara tersebut mempunyai kelebihan dan kelemahan sendiri-sendiri sehingga perlu ditentukan cara mana yang dipilih untuk memberikan keefektifanyang paling besar (Harjaka dan Sudjono, 2005).
Sampling atau pencuplikan adalah langkah yang sangat penting untuk menetapkan jumlah serangga. Data yang diperoleh dari sampling dipergunakan untuk menetapkan apakah aras populasi cukup tinggi untuk membenarkan diadakannya pengendalian. Beberapa metode dipergunakan untuk mengadakan sampling spesies serangga yang berbeda yang menyerang padi. Salah satu cara adalah perhitungan visual. Teknik sampling yang umum ini tidak memerlukan keahlian atau peralatan apapun dan telah dipakai secara luas untuk meramalkan populasi wereng. Pemantauan yang konstan adalah esensial dalam pengendalian hama, karena populasi hama akan mengalami fluktuasi dengan perubahan lingkungan (Triharso, 2004).


DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman. 2006. PHT Padi di Asia. (www.knowledgebank.irri.org). Diakses tanggal 1 Juni 2008.

Bonaro, O., A Lurette,, C Vidal, J Fargues. 2007. Modelling temperature-dependent bionomics of Bemisia tabaci (Q-biotype) Physiological Entomology. 32 : 50-55.

Harjaka, T., dan S. Sudjono. 2005. Petunjuk Praktikum Dasar-dasar Ilmu Hama Tanaman. Jurusan Perlindungan Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Heagle, A.S. J. C. Burns, D. S. Fisher, And J. E. Miller. 2002. Effects of carbon dioxide enrichment on leaf chemistry and reproduction by twospotted spider mites (Acari: Tetranychidae) on white clover. Environ. Entomol. 31: 594-601.

Marwoto. 2007. Dukungan pengendalian hama terpadu dalam program bangkit kedelai. IPTEK Tanaman Pangan. 2 : 79-92.

Matnawy, H. 1989. Perlindungan Tanaman. Kanisius. Yogyakarta.

Suyamto. 2007. Masalah Lapang Padi. Puslitbangtan, Bogor.

Triharso. 2004. Dasar-dasar Perlindungan Tanaman. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

Untung K, Harsono Lanya, dan Yadi Rusyadi (penterjemah). 1995. Permasalahan Lapangantentang Padi di Daerah Tropika. International Rice Research Institute, DAPO Box 7777, MetroManila, Filipina.

Wagiman, F.X. 2003. Hama Tanaman : Cemiri Morfologi, Biologi dan Gejala Serangan. Jurusan Hama Dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. Yogayakarta.

Wiyono, Suryo. 2007. Perubahan Iklim dan Ledakan Hama dan Penyakit Tanaman. IPB, Bogor.
Selengkapnya...

Pengamatan Hama dan Analisis Kerusakan

PENGAMATAN HAMA DAN ANALISIS KERUSAKAN

TUJUAN
1.Mengetahui teknik pengamatan populasi hama dan kerusakannya.
2.Mengetahui metode pelaporan hama dan pengambilan keputusan tindakan pengendalian.

TINJAUAN PUSTAKA
Pengendalian suatu serangga berstatus hama atau bukan bersifat relatif tergantung kepada manusia itu sendiri yang menilainya. Bahkan dapat terjadi beda status mengenai serangan apabila dihadapkan pada kondisi lapangan. Pada umumnya bila suatu serangan belum menimbulkan kerugian secara ekonomi maka belum dapat digolongkan sebagai hama. Sebagai akibat dari perbedaan bentuk stadium dari stadium di atas maka akan muncul perbedaan habitat dan makanan akan berkurang. Aktivitas serangga hama berhubungan dengan tipe alat mulutnya yang dapat dibagi menjadi bermacam-macam (Kartasapoetra,1987).


Masalah hama terletak pada populasinya. Populasi merupakan kumpulan individu sejenis yang berada di suatu tempat dalam kurun waktu tertentu. Hama menjadi masalah ketika populasinya melebihi ambang ekonomi atau ambang toleransi. Peningkatan populasi hama terjadi karena laju angka kelahiran dan laju imigrasi jauh lebih tinggi daripada laju angka mortalitas dan emigrasi. Perubahan ekosistem pertanian yang mengkoordinasikan hama berkembang cepat, bisa jadi karena adanya perubahan iklim atau kesalahan manusia dalam mengelola ekosistem pertanian (Wagiman, 2003).
Hama dapat dikelompokkan menjadi kisaran bahaya yang diakibatkannya yaitu : hama utama merupakan spesies hama yang pada kurun waktu lama selalu menyerang pada suatu daerah dengan intensitas serangan yang berat dalam daerah yang luas sehingga memerlukan usaha pengendalian. Hama kadangkala merupakan jenis hama yang relatif kurang penting karena kerusakan yang diakibatkan masih dapat ditoleransi oleh tanaman. Kadang-kadang populasinya pada suatu saat meningkat melebihi aras toleransi ekomoni tanaman. Hama potensial merupakan sebagian besar jenis serangga herbivora yang saling berkompetisi dalam memperoleh makanan. Hama migran merupakan hama yang tidak berasal dari agroekosistem setempat, tetapi datang dari luar karena sifatnya yang berpindah-pindah (Putra,1994).
Sampling atau pencuplikan adalah langkah yang sangat penting untuk menetapkan jumlah serangga. Data yang diperoleh dari sampling dipergunakan untuk menetapkan apakah aras populasi cukup tinggi untuk membenarkan diadakannya pengendalian. Beberapa metode dipergunakan untuk mengadakan sampling spesies serangga yang berbeda yang menyerang padi. Salah satu cara adalah perhitungan visual. Teknik sampling yang umum ini tidak memerlukan keahlian atau peralatan apapun dan te;ah dipakai secara luas untuk meramalkan populasi wereng. Pemantauan yang konstan adalah esensial dalam pengendalian hama, karena populasi hama akan mengalami fluktuasi dengan perubahan lingkungan (Triharso, 2004).
Pengamatan populasi hama secara garis besar dibedakan menjadi tiga bentuk, yaitu (1) pengamatan populasi mutlak, (2) pengamatan populasi relatif dan (3) pengamatan indeks populasi. Masing-masing cara tersebut mempunyai kelebihan dan kelemahan sendiri-sendiri sehingga perlu ditentukan cara mana yang dipilih untuk memberikan keefektifanyang paling besar (Harjaka dan Sudjono, 2005).
Tujuan perlindungan tanaman yaitu menekan populasi hama di bawah Ambang Ekonomi (AE). Ambang Ekonomi itu sendiri didefinisikan sebagai kepadatan hama yang membutuhkan suatu tindakan pengendalian untuk mencegah peningkatan populasi berikutnya yang dapat mencapai tingkatan kerusakan ekonomi (Rukmana dan Saputra, 1997).



DAFTAR PUSTAKA

Harjaka, T., dan S. Sudjono. 2005. Petunjuk Praktikum Dasar-dasar Ilmu Hama Tanaman. Jurusan Perlindungan Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Kartasapoertra,A.E.1987. Hama Tanaman dan Perkebunan. Bina Aksara, Jakarta.

Putra,N.S. 1994. Serangga di Sekitar Kita. Kanisius, Yogyakarta.

Rismunandar.1981. Hama Tanaman Pangan dan Pembasminya. CV Sinar Baru, Bandung.

Rukmana, R., dan S. Saputra. 1997. Hama Tanaman dan Teknik Pengendalian. Kanisius, Yogyakarta

Triharso. 2004. Dasar-dasar Perlindungan Tanaman. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

Wagiman, F. X. 2003. Hama Tanaman: Cemiri Morfologi, Biologi dan Gejala Serangan. Jurusan Hama Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Selengkapnya...

Sabtu, 13 Juni 2009

Besar Benih, Pengaruhnya pada Kecepatan Berkecambah, Pemunculan dan Pertumbuhan Bibit

BESAR BENIH, PENGARUHNYA PADA KECEPATAN BERKECAMBAH, PEMUNCULAN DAN PERTUMBUHAN BIBIT

Latar Belakang
Seorang ahli fisiologi tanaman Inggris, V.H. Blackman (1919), menyatakan bahwa biji-biji yang besar akan menghasilkan tanaman yang lebih besar dibandingkan dengan yang berasal dari biji-biji yang kecil. Disini ditekankan bahwa ukuran besar bibit akan tergantung ukuran besar benih yang ditanam. Namun nampaknya hanya berlaku pada pertumbuhan awal suatu tanaman. Ukuran biji yang dihasilkan suatu varietas tanaman sangat bervariasi. Besar kecilnya biji menunjukkan banyak sedikitnya kandungan substrat yang ada dalam benih tersebut. Biji berukuran besar biasanya mempunyai cadangan makanan yang lebih besar, sehingga energi yang digunakan untuk proses perkecambahan juga semakin besar. Hal ini akan mempengaruhi kekuatan pemunculan ke permukaan tanah, yang lebih besar dibandingkan benih yang lebih kecil. Semakin cepat benih atau bibit muncul ke permukaan tanah, semakin cepat pula bibit terhindar dari pengaruh jelek tempat tumbuh.




Kandungan endosperm merupakan faktor internal biji yang berpengaruh terhadap keberhasilan perkecambahan biji, karena hal ini berhubungan dengan kemampuan biji melakukan imbibisi dan ketersediaan sumber energi kimiawi potensial bagi biji. Terutama pada awal fase perkecambahan dimana biji membutuhkan air untuk perkecambahan, hal ini dicukupi dengan menyerap air secara imbibisi dari lingkungan sekitar biji, setelah biji menyerap air maka kulit biji akan melunak dan terjadilah hidrasi protoplasma, kemudian enzim-enzim mulai aktif, terutama enzim yang berfungsi mengubah lemak menjadi energi melalui proses respirasi.
Penelitian-penelitian tentang pengaruh besar benih terhadap kekuatan tumbuh dan hasil selalu memberikan kesimpulan yang tidak sama, bahkan bertentangan. Beberapa peneliti melaporkan bahwa kekuatan tumbuh benih dan hasil tanaman yang diperoleh akan lebih besar bila benih-benih kecil dibuang pada saat prosesing benih, sehingga hanya benih besar yang besar yang dipakai untuk pertanaman. Peneliti-peneliti yang lain menyatakan bahwa meskipun ada perbedaan kekuatan tumbuh benih, tetapi adalah tidak praktis untuk membuang benih-benih yang kecil. Sekelompok peneliti yang lain melaporkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antara penanaman benih kecil dan besar.


TINJAUAN PUSTAKA

Benih merupakan salah satu komponen yang sangat menentukan dalam peningkatan produksi pertanian. Oleh sebab itu mutu dan jumlahnya perlu mendapatkan perhatian dari semua pihak yang terkait terutama pada saat musim tanam (pemakaian). Mutu benih yang sering dijadikan ukuran adalah meliputi bentuk dan ukuran benih, daya tumbuh, vigor, serta kemurnian benih. Mutu dan kualitas benih sangat ditentukan oleh kondisi tanaman pada waktu dilapangan, saat panen serta saat proses setelah panen. Selain itu mutu benih sering juga dinilai berdasarkan mutu genetik dan ciri - ciri fisiologis yang dibawa oleh benih (Salomao, 2002).
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran biji berpengaruh terhadap daya simpan. Untuk beberapa spesies, biji-biji yang lebih kecil dalam suatu lot benih pada kultivar yang sama mempunyai masa hidup yang lebih pendek. Ukuran biji biasa dikaitkan dengan kandungan cadangan makanan dan ukuran embrio (Arief et al., 2004).
Benih dengan ukuran yang lebih kecil memberi hasil biji yang lebih rendah 10 – 45%. Biji yang lebih besar menghasilkan luas kotiledon dua kali lipat dan potensi fotosintetiknya lebih tinggi dibandingkan dengan biji kecil. Laju pertumbuhan kecambah jagung meningkat dengan semakin besarnya ukuran biji dan benih yang berbentuk bulat lebih tinggi laju pertumbuhannya daripada yang berbentuk pipih. Biji yang berbentuk bulat besar biasanya terdapat di dasar tongkol dan bulat kecil pada ujung tongkol. Sekitar 75% dari biji di antara kedua tipe tersebut di atas berbentuk pipih. Biji yang berbentuk pipih ini berbeda-beda ukurannya dari kecil sampai besar (Gusta et al.,2003).
Di dalam jaringan penyimpanannya benih memiliki karbohidrat, protein, lemak dan mineral. Dimana bahan-bahan ini diperlukan sebagai bahan baku dan energi bagi embrio pada saat perkecambahan. Diduga bahwa benih yang berukuran besar dan berat mengandung cadangan makanan lebih banyak dibandingkan dengan benih berukuran kecil, mungkin pula embrionya lebih besar ukuran benih menunjukkan korelasi positif terhadap kandungan protein pada benih sorgum (Sorghum vulgare), makin besar/berat ukuran benih maka kandungan proteinnya makin meningkat pula (Sutopo, 2002).
Kecambah adalah tumbuhan (sporofit) muda yang baru saja berkembang dari tahap embrionik di dalam biji. Tahap perkembangan ini disebut perkecambahan dan merupakan satu tahap kritis dalam kehidupan tumbuhan. Kecambah biasanya dibagi menjadi tiga bagian utama: radikula (akar embrio), hipokotil, dan kotiledon (daun lembaga). Dua kelas dari tumbuhan berbunga dibedakan dari cacah daun lembaganya: monokotil dan dikotil. Tumbuhan berbiji terbuka lebih bervariasi dalam cacah lembaganya. Kecambah pinus misalnya dapat memiliki hingga delapan daun lembaga. Beberapa jenis tumbuhan berbunga tidak memiliki kotiledon, dan disebut akotiledon (Anonim, 2008).
Pemunculan kecambah di atas pemukaan tanah merupakan faktor yang mencerminkan vigor suatu bibit. Untuk mengetahui perlakuan yang dapat meningkatkan vigor dilakukan pengamatan terhadap kecambah yang mampu muncul di atas pemukan tanah dari sejumlah benih yang dikecambahkan (Saleh, 2004).
Perkecambahan merupakan batas antara benih yang bergantung pada sumber makanan dari induknya dengan tanaman yang mampu berdiri sendiri dalam mengambil hara. Oleh karenanya perkecambahan merupakan mata rantai terakhir dalam proses penanganan benih. Banyak benih relatif tahan terhadap pengaruh lingkungan, sementara benih yang berkecambah dan anakan sangat mudah rusak. Segera setelah perkecambahan dimulai, stres karena kurangnya air, suhu dan cahaya dapat menyebabkan kematian (Utomo, 2006)
Benih yang baik akan menghasilkan bibit dan tanaman yang baik, sehingga akan memberikan hasil tanaman yang baik pula. Oleh karena itu, pemilihan biji sebagai benih harus memenuhi kaidah tertentu supaya diperoleh pertanaman yang memberikan hasil baik. Hasil dari suatu varietas unggul sebelum digunakan sebagai benih harus diuji terlebih dahulu sehingga memenuhi kaidah-kaidah perbenihan (Anonim, 2003).
Benih merupakan alat untuk mempertahankan kelangsungan hidup spesies tumbuhan yaitu dengan mempertahankan dan memperpanjang kehidupan embrionic axis. Kehidupan ini kemudian berubah menjadi kehidupan bentuk baru sampai bertahun-tahun sesudah tanaman induknya mati ( Kamil,1979 ).
Benih tanaman dengan ukuran yang lebih besar akan memiliki cadangan makanan yang lebih banyak daripada benih dengan ukuran yang lebih kecil sehingga kemampuan berkecambah juga akan lebih tinggi karena cadangan makanan yang dirubah menjadi energi juga semakin banyak. Walaupun benih berasal dari varietas yang sama, ukuran yang lebih besar akan mampu tumbuh relatif cepat dibandingkan dengan ukuran benih yang lebih kecil (Thomson, 1979).
Kandungan cadangan makanan akan mempengaruhi berat suatu benih. Hal ini tentu akan mempengaruhi besar produksi dan kecepatan tumbuh benih, karena benih yang berat dengan kandungan cadangan makanan yang banyak akan menghasilkan energi yang lebih besar saat mengalami proses perkecambahan. Hal ini akan mempengaruhi besarnya kecambah yang keluar dan berat tanaman saat panen. Kecepatan tumbuh kecambah juga akan meningkat dengan meningkatnya besar benih (Sadjad et. al.,1974).
Di dalam jaringan penyimpanannya benih memiliki karbohidrat, protein, lemak dan mineral. Dimana bahan-bahan ini diperlukan sebagai bahan baku dan energi bagi embrio pada saat perkecambahan. Diduga bahwa benih yang berukuran besar dan berat mengandung cadangan makanan lebih banyak dibandingkan dengan benih berukuran kecil, mungkin pula embrionya lebih besar. Ukuran benih menunjukkan korelasi positif terhadap kandungan protein pada benih sorgum (Sorghum vulgare), makin besar/berat ukuran benih maka kandungan proteinnya makin meningkat pula (Sutopo, 2002).
Perkecambahan ditentukan oleh kualitas benih (vigor dan kemampuan berkecambah), perlakuan awal (pematahan dormansi), dan kondisi perkecambahan seperti suhu, air, media, cahaya, dan bebas dari OPT. Cahaya, suhu dan kelembaban merupakan tiga faktor utama yang mempengaruhi perkecambahan selama pertumbuhan anakan kondisi media pertumbuhan seperti pH, salinitas dan drainase menjadi penting. Selama perkecambahan dan tahap awal pertumbuhan benih dan anakan sangat rentan terhadap tekanan fisiologis, infeksi dan kerusakan mekanis, karenanya penyediaan kondisi lingkungan yang optimal adalah untuk mempercepat perkecambahan hingga anakan dapat melalui tahapan ini dengan cepat (Utomo, 2006).
Pada umumnya tanaman dari benih yang lebih besar mempunyai nilai tinggi tanaman, gaya berkecambah dan panjang akar yang lebih besar daripada tanaman dari benih kecil, karena cadangan makanan awal yang lebih banyak pada benih yang berukuran besar sehingga kemampuan membentuk epikotil dan radicle akan lebih besar dan kuat. Pada kenyataannya benih-benih yang berukuran besar tidak selalu memberi pengaruh yang lebih baik sebagai contoh hasil penelitian. Pada beberapa jenis gandum benih yang berukuran kecil dapat segera berkecambah walaupun ukurannya hanya sepersepuluh dari benih yang berkembang normal, begitu juga pada benih tanaman lobak yang berukuran besar, sedang dan kecil mempunyai persentase perkecambahan yang sama. Dengan kata lain, besar benih hanya berpengaruh pada pertumbuhan awal suatu tanaman, sedangkan pertumbuhan selanjutnya tergantung pada media tanamnya. Makin cepat bibit muncul ke permukaan tanah, makin cepat bibit terhindar dari pengaruh jelek tempat pertumbuhannya (Miller,1938).


KESIMPULAN

1.Dari hasil analisis, tidak ada beda nyata antara benih besar, sedang, dan kecil baik pada pengukuran gaya berkecambah, indeks vigor, jumlah daun, dan tinggi tanaman pada benih kacang tanah.
2.Perkecambahan yang lebih cepat akan mengurangi peluang bibit terkena pengaruh negatif dari lingkungan.
3.Faktor lingkungan menentukan kualitas tanaman yang dihasilkan dari suatu benih.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2003. Reproduksi Tumbuhan Angiospermae (http://www.iel.ipb.ac.id/sac/hibah/2003/sf_tumbuhan/reproduksi.html). Diakses 1 Mei 2008.

Anonim, 2005. (http://public.ut.ac.id/html//suplemen/luht 4344/padi.html). Diakses 1 Mei 2008.

Anonim. 2008. Kecambah. (http://id.wikipedia.org/wiki/Kecambah). Diakses 20 April 2008.

Arief, R., E. Syam’un, dan S. Saenong. 2004. Evaluasi Mutu Fisik dan Fisiologis Benih Jagung cv Lamuru Dari Ukran Biji dan Umur yang Berbeda. Jurnal Sains dan Teknologi 4 (2): 54-64.

Crocker, W. and L. V. Barton.1957. Physiology of Seeds. Chronica Botanica Co. Waltham. Mas. USA.

Gusta, L. V., E. N. Johnson, N. T. Nesbit, K. J. Kirkland. 2003. Effect of seeding date on canola seed vigor. Can. J. Plant Sci. 45 : 32-39.

Kamil, J.1979. Teknologi Benih. Angkasa. Bandung

Miller, E. C. 1938. Plant Physiology. Mc Graw Hill Book Co., Inc. New York

Sadjad, S., M. Poernomohadi, Z. Jusup, dan Z. A. Pian. 1974. Penuntun Praktikum Teknologi Benih. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Saleh, Salim M. 2004. Pematahan dormansi benih aren secara fisik pada berbagai lama ekstraksi buah. Agrosains 6 : 78-83.

Salomao, A. N. 2002. Tropical seeds species responces to liquid nitrogen exposure. Braz J. Plant Physiol. 14 : 133-138.

Sutopo, L. 2002. Teknologi Benih. Raja Grafindo Persada. Jakarta

Thomson, J. R. 1979. Seed Quality, Seed Multiplication Systems, Agronomy of Seed Production and Seed Storage. Dalam Seed Technology for Genebank LBPGR. Rome.

Utomo, Budi. 2006. Ekologi Benih. USU Repository, Medan.

Selengkapnya...

Jumat, 05 Juni 2009

Hidroponik Rakit Apung

HIDROPONIK RAKIT APUNG

Hidroponik berasal dari bahasa Yunani, Hydroponic, dimana hydro berarti air dan ponous berarti kerja. Sesuai arti tersebut, bertanam secara hidroponik merupakan teknologi bercocok tanam yang menggunakan air, nutrisi, dan oksigen. Tak jarang bertanam hidroponik dijadikan hobi pengisi waktu luang bagi sebagian orang. Bahkan tak sekedar hobi, ada juga kemudian yang melanjutkan hingga menjadi bisnis. Hidroponik biasa digunakan untuk menanam sayur dan buah. Bahkan beberapa tanaman sayur dan buah telah umum ditanam secara hidroponik. Sebut saja paprika, timun mini, tomat, dan sayuran hijau.



Ada beberapa keuntungan yang diyakini bisa didapat dari bertanam secara hidroponik dibandingkan bertanam secara konvensional (bertanam biasa di tanah). Ambil saja salah satu contoh, bertanam paprika secara hidroponik. Pertama, produksi per tanaman lebih besar dan kualitas lebih baik. Selain itu lahan dapat ditanami paprika sepanjang tahun, jika ditanam di tanah harus ada rotasi tanaman. Kehilangan setelah panen lebih kecil dibandingkan bertanam secara konvensional. Sementara harga lebih tinggi dan relatif konstan, tidak mengenal musim. Tanaman yang dibudidayakan dengan hidroponik juga lebih mudah terhindar dari erosi dan kekeringan. Dengan perawatan intensif, satu tanaman pada sistem hidroponik dapat menghasilkan lebih banyak dari pada ditanam konvensional. Panen dengan cara hidroponik juga terbilang lebih cepat dibandingkan dengan cara konvensional, karena para petani tidak perlu waktu terlalu lama untuk menunggu masa tanam atau masa panen.
Hidroponik atau bercocok tanam tanpa tanah ini bermula dari penelitian tentang kebutuhan nutrisi tanaman agar bias tumbuh dengan optimal. Seiring dengan perkembangan waktu ternyata hidroponik bisa dikembangkan pada skala hobi maupun skala komersial. Itu karena hidroponik menawarkan solusi atas masalah yang timbul pada pertanian konvensional, sebagai contoh:
1. Pada pertanian konvensional dibutuhkan tanah yang luas dan subur. Dengan sistem hidroponik cukup pada lahan
2. sempit dan bisa diupayakan dimana saja asal tersedia cukup air, sinar matahari dan udara walaupun di atap gedung pun.
3. Kebutuhan tenaga kerja yang relatif kecil karena semua bisa dimekanisasi dan otomatisasi.
4. Hama dan penyakit bisa dikendalikan karena tanaman berada dalam lingkungan yang kontrolable (bisa dikendalikan manusia/tidak bergantung alam).
5. Produk hidroponik lebih sehat karena semua menggunakan komponen yang bebas kontaminasi mikroorganisme dan pestisida.
6. Usia tanaman sampai masa panen bisa diperpendek dan masa panen bisa diperpanjang

Hampir semua tanaman bisa dibudidayakan dengan sistem hidroponik, mulai dari bunga, sayuran daun, buah-buahan dan juga umbi-umbian. Jika dilihat dari media tanam ada dua macam hidroponik yaitu hidroponik metode subtrat dan hidroponik metode non subtrat. Salah satu contoh hidroponik metode non subtract adalah hidroponik rakit apung. Disebut rakit apung karena cara penanamannya dengan cara diapungkan diatas larutan nutrisi. Sebagi pengapung digunakan styrofoam. Hidroponik dengan cara ini dapat diterapkan oleh siap saja karena sangat mudah. Tanaman dapat ditempatkan dimana saja, yang penting pada saat hujan tanam tidak kehujanan. Kalau kehujanan larutan nutrisi akan menjadi lebih encer dari yang seharusnya. Sebagaimana sudah diketahui bahwa untuk pertumbuhannya tanaman memerlukan sinar matahari. Dalam satu hari tanaman minimal membutuhkan 5 jam penyinaran tetapi dengan intensitas yang rendah. Sinar matahari yang terik tidak baik untuk tanaman.



Tempat penanaman menggunakan bak kayu yang berukuran (p x l x t ) 50 cm x 50 cm x 15 cm. Agar tidak bocor bak kayu dilapisi dengan plastik. Untuk menghindari dari gangguan keong atau bekicot, bak tanam ditempatkan diatas rak. Ketinggian reak disesuaikan dengan kebutuhan. untuk kenyamanan kerja tinggi rak sekitar 80 cm.
Pada sistem hidroponik rakit apung, media yang digunakan adalah air yang mengandung unsur hara. Dalam dunia hidroponik biasa disebut larutan nutrisi. Larutan nutrisi ini mengandung semua unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman yang terdiri dari unsur hara makro dan unsur hara mikro. Larutan nutrisi ini dapat dibuat sendiri, tetapi untuk mendapatkan bahan-bahannnya terkadang tidak selalu tersedia, oleh sebab itu para peminat hidroponik untuk skala hobi sebih suka menggunakan pupuk hidroponik yang sudah jadi.
Pupuk hidroponik selalu terdiri dari dua bagian yaitu bagian A dan bagian B. Pembagian ini harus dilakukan karena pada masing-masing bagian mengadung unsur hara yang tidak boleh tercampur dalam keadaan pekat. Bila tercampur maka akan terjadi endapan. Pencapuran hanya boleh dilakukan dalam kondisi yang sangat encer yang siap diberikan ke tanaman.



Bibit tanaman yang siap dipindahkan ke bak penanaman. Bibit ini disemai pada media rockwool. Ukuran media semai 1.5 cm x 1.5 cm x 1.5 cm. Untuk caisim, pakcoy dan selada, bibit sudah dapat dipindahkan setelah 5 - 7 hari setelah semai. Pada hari pertama sampai hari ketiga, tempat persemaian ditutup dengan plastik agar udara di dalamnya menjadi hangat sehingga benih akan lebih cepat berkecambah. Setelah benih tumbuh menjadi kecambah yang ditandai dengan munculnya bakal daun, plastik penutup harus dibuang. Agar tidak terjadi etiolasi (bibit tumbuh menjadi panjang tapi kurus) pesemaian harus mendapat sinar matahari yang cukup, namun harus dihindari terkena sinar matahari langsung. Sebelum bibit dipindahkan ke bak penanam, terlebih dahulu harus disiapkan styrofoam yang sudah dilubangi dengan ukuran yang sesuai dengan ukuran media semai (ukuran media semai 1.5 cm x 1.5 cm x 1.5 cm). Bentuk lubang tanam pada styrofoam tidak harus segi empat seperti bentuk media semai, melainkan cukup berbentuk bulatan. Lubang tanam bisa dibuat dengan menggunakan pipa PVC 1/2". Agar hasilnya bagus, pinggiran lubang mulus, pipa ditekan sambil diputar. Jarak antar lubang tanam pada styrofoam 15 cm x 15 cm. Jarak ini tergantung pada lebar tajukan tanam. Sedangkan ukuran styrofoan disesuaikan dengan ukuran bak tanam. Tebal styrofoam sebaiknya 1.5 - 2 cm. Kalau tipis akan mudah patah pada saat diangkat. Bibit caisim umur 7 hari yang siap dipindahkan ke lubang tanam pada Styrofoam.
Media tanam/semai berupa rockwool yang belum dipotong dan disebut slab rockwool. Slab rockwool berukuran 100 cm x 150 cm x 75 cm. Rockwool ini terbuat dari batuan vulcanic. Batuan ini dipanaskan pada suhu 16000 C sehingga meleleh seperti lava. Dalam bentuk lava ini disentrifugal sehingga keluar serat-serat. Kumpulan serat-serat inilah yang menjadi rockwool. Selintas nampak seperti busa. Slab rockwool yang sudah dipotong untuk dijadikan media semai. Satu bantang slab rockwool dapat menghasilkan 1500 - 2000 biji media semai. Satu biji media semai ditanami dengan satu benih.

sumber : http://ferti-mix.com

Selengkapnya...